Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (Q.S. Al Kahfi 18: 94)
Sekitar 50 km di utara Beijing, ada sebuah desa di kaki bukit bernama Badaling. Dari sinilah para turis memasuki pintu gerbang menuju Tembok Besar Cina (The Great Wall). Pemandangan dari atas tembok sangat indah. Tembok sepanjang 6000 km itu konon bisa terlihat dari bulan. Banyak orang menyangka itulah tembok yang dibuat oleh Zulkarnain dalam surat Al Kahfi. Dan yang disebut Ya’juj dan Ma’juj adalah bangsa Mongol dari Utara yang merusak dan menghancurkan negeri-negeri yang mereka taklukkan. Mari kita cermati kelanjutan surat Al Kahfi ayat 95-98 tentang itu.
Zulkarnain memenuhi permintaan penduduk setempat untuk membuatkan tembok pembatas. Dia meminta bijih besi dicurahkan ke lembah antara dua bukit. Lalu minta api dinyalakan sampai besi mencair. Maka jadilah tembok logam yang licin tidak bisa dipanjat.
Ada tiga hal yang berbeda antara Tembok Cina dan Tembok Zulkarnain.
Pertama, tembok Cina terbuat dari batu-batu besar yang disusun, bukan dari besi.
Kedua, tembok itu dibangun bertahap selama ratusan tahun oleh raja-raja Dinasti Han, Ming, dst. Sambung-menyambung.
Ketiga, dalam Al Kahfi ayat 86, ketika bertemu dengan suatu kaum di Barat, Allah berfirman, “Wahai Zulkarnain, terserah padamu apakah akan engkau siksa kaum itu atau engkau berikan kebaikan pada mereka.” Artinya, Zulkarnain mendapat wahyu langsung dari Tuhan, sedangkan raja-raja Cina itu tidak. Maka jelaslah bahwa tembok Cina bukan yang dimaksud dalam surat Al Kahfi. Jadi di manakan tembok Zulkarnain?
Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan ordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.
Hasil dari Google Earth :
View 00 Ordinat 380N 670E
View 750 Ordinat 380N 670E
View 750 Ordinat 380N 670E
Sekarang sudah tidak ada dinding besi di sana, tetapi Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India di abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada danau yang dinamakan Iskandar Kul. Di tahun 842 Khalifah Bani Abbasiyah, al-Watsiq, mengutus sebuah tim ekspedisi ke gerbang besi tadi. Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 m dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Persis seperti bunyi surat Al Kahfi. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu. Subhanallah.
Bagaimanapun ini masih berupa spekulasi yang perlu diteliti lebih mendalam. Para arkeolog muslim harus terus mencari lagi tembok itu di berbagai tempat lain berdasarkan artefak-artefak dan dongeng rakyat di pelosok dunia yang mirip-mirip uraian Allah dalam surat Al Kahfi tadi. Jangan cepat-cepat berkata bahwa Kisah Zulkarnain di surat Al Kahfi hanyalah tamsil ibarat yang tidak perlu ada kenyataannya. Bahwa ayat Al Quran cukup untuk dibaca dan diimani saja. Wah, bukankah pendapat semacam ini sangat gegabah, menganggap Allah hanya mendongeng? Astaghfirullah. Kita harus yakin bahwa setiap kisah dalam Al Quran adalah benar. Dan kita ditantang untuk membuktikannya dalam rangka memuliakan agama Allah.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar